SOSOK DIBALIK KEBERHASILAN INDRA SJAFRI
SEBAGAI PELATIH
Nasionalisme INDRA SJAFRIE saat menyanyikan lagu INDONESIA RAYA |
Tentu kita sudah mengetahui siapa
pelatih indra sjafrie, ya benar beliau adalah salah satu pelatih sepak bola
yang sekarang hangat dibicarakan berkat keberhasilannya menangani tim hasil
pembinaanya yang tegabung dari berbagai
individu-individu yang berbeda dari sabang sampai merauke yang direkrut melalui
system seleksi yang cukup ketat terkait skiil, bakat alam, serta kemampuan dalam
mengolah bola dan yang terpenting adalah bagaimana pemain tersebut mampu
menerapkan dan melaksanakan strategi apa yang telah pelatih indra sampaikan
dalam setiap pertandingan penting yang mereka gelar.
Terlepas dari hal itu kita telah
sama-sama melihat serta menyaksikan bagaimana keberhasilan tim yang dibentuk
oleh pelatih indra dapat berprestasi dan membanggakan bangsa Indonesia melalui
gelar juara yang dipersembahkan pada event piala AFF 2013 lalu, serta moment
lolosnya timnas garuda muda ini ke pentas piala AFC U-19 setelah hampir beberapa
dekade Indonesia puasa gelar dicabang olahraga sepakbola, yang faktanya
olahraga ini memang sebagai salah satu cabang olahraga yang sangat digemari
oleh masyarakat Indonesia.
Setelah kita sedikit membahas tentang
keberhasilan TIMNAS U-19 yang dilatih
oleh Indra sjafrie, maka kita patut pula mengapresiasi keberhasilan tim ini
sebagai salah satu keberhasilan tim khususnya tim pemain juga tim official dan juga
untuk bangsa Indonesia umumnya. Lalu siapa nama-nama official yang menjadikan
timnas u-19 dapat berprestasi adalah tentu Pelatih Indra Sjafri (2 Februari 1963), Asisten
pelatih Eko Purjianto (1 Februari 1976), Pelatih fisik Nursaelan (13
November 1964), Pelatih kiper Jarot Supriadi (22 Agustus 1964), Pelatih mental
Guntur Cahyo Utomo (19 September 1980), Perlengkapan Muhni (13 Februari 1985). Mungkin
sudah banyak juga yang mengetahui tentang hal ini.
Namun kali ini saya akan membahas siapa nama dibalik
keberhasilan indra sjafrie sebagai pelatih sepakbola, beliau adalah H. Suhatman Imam
(Direktur Teknik Tim Semen Padang FC) dan Azwar Anas Datuak Rajo Sulaiman atau yang lebih biasa kita kenal sebagai Bapak Azwar Anas (Mantan Ketua Umum PSSI periode 1991-1999).
Suhatman Imam dikenal
sebagai salah satu pemain terbaik Indonesia di era akhir 70an. Ia memulai karir
sepakbolanya di PSP Padang sebelum direkrut oleh PSSI untuk memperkuat Tim
Nasional Indonesia Senior dalam pertandingan Pra-Olimpiade di Jakarta
pada tahun 1975. Pada kejuaraan Asia
tahun 1977 di Bangkok
ia bahkan dipercaya menyandang ban kapten. Seperti pemain lainnya, ia-pun tak
luput dari cidera, bahkan cidera yang dideritanya pada tahun 1978 itu sangat
parah sehingga mengakhiri karirnya sebagai pemain sepakbola.
Karena kepiawaiannya dalam sepakbola, ia pun didaulat oleh KONI Sumatera Barat
untuk menjadi pelatih tim daerah itu dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 1981. Dalam ajang
PON itu ia dianggap sukses melatih tim sepakbola Sumbar, sehingga ia
mengalami kemudahan untuk masuk dan bekerja di Bank Dagang Negara (BDN) di Padang.
Pada tahun 1985, Suhatman kembali diminta melatih. Kali ini P.S. Semen Padang
menginginkan sentuhan tangan dinginnya untuk memoles klub itu dalam menghadapi
kompetisi di liga Indonesia saat itu yaitu Galatama.
Pada 1992 ia membawa Semen Padang menjuarai Piala Indonesia
dengan menekuk Arema Malang. Karier kepelatihan Suhatman tidak
berhenti sampai disitu, ia-pun kemudian di angkat menjadi asisten pelatih PSSI
senior, Ivan Toplak yang berasal dari Serbia. Bahkan
diawal tahun 90an ia dipercaya melatih tim Primavera yang dibina dalam
kompetisi pemain muda di Italia dan hasilnya banyak melahirkan pemain berkualitas,
seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Kurnia Sandy,
Yeyen Tumena,
Sugiantoro
dan lain-lain.
Pada tahun 2010 klub Semen Padang pun memintanya kembali berperan, kali
ini untuk menjadi penasihat teknik bagi pelatih Nil Maizar
yang juga adalah mantan muridnya. Selanjutnya iapun diangkat menjadi direktur
teknik. Setelah Nil Maizar direkrut PSSI menjadi pelatih timnas senior,
Suhatman-pun menggantikannya menjadi pelatih kepala. Pada periode ini ia
berhasil membawa Semen Padang menjadi juara LPI dan masuk final ke Piala
Indonesia 2011/2012.
Beliaulah yang mengajarkan kepada
seorang indra sjafrie ilmu kepelatihan juga bagaimana menjadi seorang pelatih yang
professional, pada saat itu indra masih menjadi ass. Pelatih suhatman imam
disebuah klub di padang, dan karena berkat saran motivasi suhatman iman kepada
indra untuk serius menekuni profesi yang harus dipilih indra sebagai seorang pelatih
sepakbola. Yang sebenarnya pada saat itu indra dihadapkan kepada dua pilihan
yang sangat sulit yaitu menjadi seorang pegawai kantor ataukah meneruskan karir
kepelatihanya sebab melihat bakat indra sebagai seorang pelatih yang sangat
menonjol.
2.
Azwar Anas
Ir. Azwar Anas Datuak Rajo Sulaiman |
Beliau lahir di Padang,
Sumatera Barat,
2 Agustus
1933; umur 80 tahun, Azwar Anas menjabat ketua umum PSSI sejak
tahun 1991 hingga 1998. Pada era kepelatihan Romano Mattè (1993-1995) peringkat
Indonesia mengalami penurunan, namun setelahnya pada kepelatihan Danurwindo,
Henk Wullems dan Rusdy Bahalwan, peringkat Indonesia mengalami peningkatan
hingga pada September 1998 mencapai puncak tertinggi pada peringkat ke 76.
Selain faktor pelatih, faktor lain seperti kompetisi dan pembinaan usia muda
turut mempengaruhi peningkatan peringkat ini. Akhir 1994, penyatuan kompetisi
Perserikatan dan Galatama melahirkan Liga Indonesia yang membawa hasil positif
pada perkembangan timnas Indonesia yang terbukti dengan peningkatan peringkat
FIFA. Adanya pemain-pemain asing dan pertandingan yang lebih banyak disiarkan
di televisi, membuat pemain lokal lebih berkembang dan mempermudah pelatih
dalam menentukan pemain-pemain terbaik untuk memperkuat timnas. Program
Primavera (1993) dan Baretti (1995-96), meski sebagian orang berpendapat
sebagai program yang gagal, namun tetap berkontribusi bagi timnas dengan
menyumbangkan alumninya menjadi bagian dari timnas. Meski peringkat meningkat,
namun tak ada satupun piala yang berhasil diraih pada masa ini. Dan sayangnya
lagi, skandal sepak bola gajah di piala AFF 1998 membuat peningkatan peringkat
Indonesia harus terhenti dan malah sebaliknya membawa kemunduran serta memaksa
Azwar Anas mundur dari kursi ketua umum PSSI.
Sebagai seseorang yang sama-sama menjadi
putra daerah padang Sumatra barat Beliaulah yang mengajarkan kepada seorang
indra sjafrie bagaimana menjadi seorang pribadi yang pantang menyerah menghadapi
segala hal, beliau menitipkan sebuah kertas yang bertuliskan kaligrafi ayat
suci alquran. Indra mengatakan kertas dengan kaligrafi arab yang disimpannya
sejak 1985 itu merupakan pemberian sesepuh olahraga Sumbar yakni Azwar Anas.
“Selalu saya simpan karena ini saya anggap pemberian dari guru saya,” kata
Indra.
Azwar Anas, yang ikut menemani Indra Sjafri, mengatakan tulisan Arab pada kertas tersebut merupakan kumpulan doa-doa kesuksesan. Si pemegang kertas harus membacanya dan memohon doa pada Allah SWT. Bagi yang mengamalkan dengan ibadah yang kuat, tujuannya insyaAllah bisa tercapai (ungkap azwar anas)
Nama – nama diatas
adalah sosok motivator dan sekaligus bapak juga mentor bagi pelatih indra
sjafrie dimana berkat beliau-beliau lah indra sjafrie yang dahulu bukan
siapa-siapa yang belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia berubah menjadi
salah satu nama pelatih yang sukses di persepakbolaan Indonesia.
KESIMPULAN :
‘’Dibalik keberhasilan
yang kita capai pasti ada seseorang yang berperan nyata untuk membantu mewujudkan keberhasilan itu, yang
pada dasarnya kita semua diciptakan sebagai makhluk social yang hendaknya wajib
mengamalkan semua ilmu apapun yang kita punya kepada yang membutuhkan’’.